Meski Rp 13,25 triliun sudah diserahkan, masih ada ~Rp 4,4 triliun yang belum dikembalikan—ditandai sebagai kewajiban korporasi dan masih dalam mekanisme penyelesaian.
Pengelolaan dana ini harus transparan dan akuntabel agar publik percaya bahwa hasil sitaan korupsi benar‑benar digunakan untuk rakyat.
Baca Juga:
Bupati Pakpak Bharat Salurkan Bansos di Salak, Salah Satunya Benih Padi Gogo
Realisasi alokasi dana ke LPDP atau program strategis lainnya masih memerlukan kebijakan teknis dan regulasi pendukung agar penetrasi manfaatnya terasa hingga tingkat daerah.
Potensi isu: apakah penyerahan ini cukup sebagai efek jera atau hanya simbolis? Apakah korporasi besar cukup ditekan agar kewajibannya dipenuhi secara penuh?
Baca Juga:
Imigrasi Karawang Deportasi 10 WNA Sepanjang 2025 karena Overstay dan Penyalahgunaan Izin Tinggal
Penutup
Penyerahan uang pengganti kerugian negara senilai Rp 13,25 triliun dari kasus korupsi ekspor CPO yang disaksikan langsung oleh Presiden Prabowo bersama pejabat tinggi menunjukkan momentum penting dalam penegakan hukum dan pemulihan aset negara. Jika dikelola dengan baik, dana tersebut dapat menjadi “modal” untuk pembangunan pendidikan dan peningkatan kualitas SDM Indonesia. Namun keberhasilan jangka‑panjang akan sangat bergantung pada tata kelola, regulasi, dan implementasi nyata di lapangan.