Dari sisi keterbukaan informasi, temuan ini penting karena merek besar air minum kemasan selama ini mengkomunikasikan bahwa sumber airnya adalah dari mata air pegunungan — namun indikasi sekarang menunjukkan bahwa sumbernya adalah sumur bor dalam. Hal ini memunculkan pertanyaan tentang kejelasan klaim pemasaran.
Dari sisi dampak lingkungan, pengambilan air dari akuifer dalam dalam volume besar dapat memengaruhi muka air tanah, mengakibatkan susutnya sumur-warga, dan bahkan longsor di daerah hulu. Gubernur menyebut fenomena longsor sebagai akibat dari “airnya diambilin, pohonnya ditebangin”.
Baca Juga:
Power Nap Jadi Tren Sehat: Ini Deretan Manfaat Tidur Siang bagi Tubuh
Dari sisi kepercayaan konsumen, jika klaim “mata air pegunungan” terbukti belum sepenuhnya akurat atau tidak disertai penjelasan rinci, maka public trust terhadap merek dapat terpengaruh.
Dari sisi regulasi dan keberlanjutan sumber air, penting memastikan bahwa pengambilan air dilakukan secara berkelanjutan, tidak merugikan masyarakat sekitar, dan sesuai dengan norma hidrogeologi. Perusahaan sendiri menyatakan menggunakan akuifer dalam yang terlindungi.
Baca Juga:
Kesepakatan Bersejarah, Netflix Setujui Pembelian Warner Bros Senilai Rp1.200 Triliun
Bagaimana prosesnya terjadi/ditangani?
Gubernur melakukan sidak ke lokasi pabrik, bertanya langsung kepada pekerja dan pengelola soal sumber air.
Perwakilan perusahaan menjelaskan bahwa air diambil melalui pengeboran sumur dalam dan berasal dari akuifer yang terlindungi secara geologis.