Kalau membaca aturan ini, sepertinya tak ada kewajiban penyidik menghadirkan pengacara korban. Karena rekonstruksi ini ditujukan untuk melihat peran saksi dan tersangka," jelas dia.
Saat rekonstruksi berlangsung, pengacara korban diketahui hadir di Duren Tiga, Jakarta Selatan. Namun mereka diusir dari lokasi dan tidak boleh mengikuti proses rekonstruksi oleh penyidik Polri. Atas perlakuan yang diterima, mereka akan mengadukan hal tersebut kepada Presiden Jokowi dan juga DPR.
Baca Juga:
Kebakaran Maut Rumah Wartawan Karo, Polda Sumut Gelar Rekonstruksi Besok
"Protes tersebut tidak memiliki dasar, baik normatif peraturan maupun logika kepentingan rekonstruksi," ujar dia.
"Saya tak melihat apa peran pengacara korban dalam rekonstruksi ini. Pengacara korban tentunya tak bisa memberikan kesaksian," dia mengimbuhkan.
Di sisi lain, lanjut Bambang, dalam rekosntruksi ini kepentingan korban sudah diambil alih oleh negara melalui penyidik kepolisian maupun kejaksaan. Dua institusi negara ini memiliki kepentingan untuk membuka kasus ini seterang benderang mungkin sebagai bentuk kepastian hukum yang diamanatkan negara pada mereka.
Baca Juga:
Rekontruksi Kasus Santri Kediri, Dianiaya 3 Hari hingga Tewas
"Apa peran pengacara korban di arena rekonstruksi kemarin kalau tetap hadir? Kesaksian pada konstruksi peristiwa juga tidak ada. Kalau soal kesaksian terkait transparansi pengungkapan kasus, juga tidak hanya mereka yang berkepentingan, tetapi publik. Dan itu sudah diwakili lembaga-lembaga eksternal, Kompolnas, Komnas HAM, LPSK maupun kejaksaan sebagai panitera negara. Bahkan melakukan tayangan langsung di televisi itu adalah sebuah kemajuan yang sangat berarti dan layak diapresiasi," ujar dia.
Menurutnya, rekonstruksi kasus pembunuhan Brigadir J itu hanya salah satu bagian tehnik pemeriksaan. Tentu tak semua sesuai dengan yang diharapkan karena masing-masing saksi atau tersangka memiliki alibi atau kepentingan subyektif.
"Hanya saja dengan adanya rekonstruksi tersebut bisa dilihat alur peristiwa dari kasus itu," imbuh Bambang.