Karawang, 1 November 2025 – Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum HAM) telah menetapkan Peraturan Menteri Hukum Nomor 27 Tahun 2025 (“Permenkum 27/2025”) sebagai pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang pengelolaan royalti hak cipta lagu dan/atau musik.
Aturan ini mulai berlaku sejak 7 Agustus 2025 — tertanggal penetapan resmi di Jakarta.
Langkah ini diambil untuk memperkuat kepastian hukum, meningkatkan transparansi, dan melindungi hak ekonomi pencipta serta pemilik hak terkait di industri musik nasional.
Baca Juga:
Heboh Istri Kades Ngaku Bisa Beli Polisi, Pemerintah Bogor Turun Tangan
Permenkum 27/2025 memuat sejumlah perubahan dan ketentuan baru, antara lain:
Pembentukan kembali Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) sebagai lembaga utama yang mewakili kepentingan pencipta dan pemilik hak terkait.
Batas maksimum biaya operasional LMKN/LMK sebesar 8% dari total royalti yang dihimpun, menggantikan praktik sebelumnya.
Baca Juga:
Tragedi di Masjid Agung Sibolga: Musafir Tewas Dikeroyok, Dua Pelaku Ditangkap
Kewajiban bagi setiap Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) untuk mengunggah data pencipta, pemegang hak terkait ke dalam sistem Pusat Data Lagu dan/atau Musik (PDLM) dalam waktu yang ditetapkan.
Penegasan bahwa pembayaran royalti pengguna layanan musik komersial (hotel, kafe, restoran, streaming, siaran) adalah tanggung jawab penyelenggara komersial, bukan langsung kepada penyanyi/pencipta secara terpisah.
Kemenkum HAM sebagai lembaga pengatur.
Edward Omar Sharif Hiariej (Wakil Menteri Hukum dan HAM) yang memaparkan aturan ini pada rapat DPR bersama LMKN pada 21 Agustus 2025.
LMKN dan seluruh LMK di Indonesia sebagai penerapan instrument regulasi ini.
Pencipta lagu, pemegang hak cipta, pemilik hak terkait, pelaku usaha komersial dan platform digital sebagai pihak terdampak.
Permenkum 27/2025 ditetapkan tanggal 7 Agustus 2025 dan mulai berlaku sejak tanggal tersebut.
Namun publikasi dan sosialisasi intensif dilakukan sejak akhir Agustus 2025.
Aturan ini berlaku di seluruh wilayah Indonesia dan mencakup semua layanan publik komersial yang menggunakan lagu dan/atau musik — baik analog maupun digital.
Beberapa alasan utama pengundangan regulasi ini antara lain:
Terdapat kebutuhan untuk memberikan kepastian hukum yang lebih kuat terhadap hak ekonomi pencipta dan pemilik hak terkait.
Permasalahan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan royalti telah lama dikeluhkan oleh pencipta dan pelaku industri kreatif.
Perkembangan digital dan layanan komersial yang semakin luas membutuhkan kerangka regulasi yang mutakhir agar hak cipta tetap terlindungi dan industri musik nasional bisa berkembang sehat.
Pelaksanaan Permenkum 27/2025 dilakukan melalui:
Restrukturisasi kelembagaan LMKN dan LMK dengan mekanisme seleksi terbuka serta pembentukan tim pengawas.
Digitalisasi sistem pelaporan royalti melalui PDLM dan pengunggahan data wajib oleh LMK.
Penarikan, penghimpunan dan distribusi royalti yang diatur lebih jelas: mulai dari jasa analog hingga platform digital.
Audit kinerja dan keuangan LMK/LMKN minimal satu kali setahun yang hasilnya harus diumumkan publik.
Kesimpulan
Dengan diberlakukannya Permenkum 27/2025, pemerintah mengambil langkah signifikan untuk memperkuat tata kelola royalti musik di Indonesia — dari aspek kelembagaan, transparansi hingga perlindungan hak ekonomi pencipta dan pemilik hak terkait. Meski tantangan implementasi masih terbuka, regulasi ini diharapkan menjadi landasan baru bagi industri musik yang lebih adil dan terkelola dengan baik.