Karawang, 9 Oktober 2025 — Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (PRKP) Kabupaten Karawang kembali menjadi sorotan publik setelah muncul serangkaian dugaan praktik korupsi yang mencakup pungutan liar (fee proyek), kelebihan bayar pada proyek Rumah Tidak Layak Huni (Rutilahu), hingga dugaan penyimpangan dalam beberapa proyek infrastruktur.
Sejumlah laporan media lokal dan nasional sepanjang Juli–Agustus 2025 menyoroti indikasi penyalahgunaan wewenang di lingkungan Dinas PRKP yang berpotensi merugikan keuangan daerah.
Dugaan Pungutan Liar oleh Oknum Pegawai
Baca Juga:
Purbaya Bicara Blak-blakan, Ekonomi Era SBY Dinilai Lebih Makmur Dibanding Jokowi
Kasus pertama yang mencuat terjadi pada Juli 2025, ketika beberapa media mengabarkan adanya dugaan pungutan liar (fee) oleh oknum pegawai di Bidang Perumahan Dinas PRKP Karawang.
Oknum tersebut diduga meminta fee ratusan juta rupiah kepada rekanan atau kontraktor yang mengerjakan proyek Rutilahu.
Menurut sumber yang enggan disebutkan namanya, fee tersebut menjadi “syarat tidak tertulis” agar kontraktor dapat memperoleh paket pekerjaan.
“Sudah menjadi rahasia umum, siapa yang tidak mau menyetor fee, sulit dapat proyek,” ujarnya kepada wartawan.
Saat dikonfirmasi oleh awak media, oknum pegawai yang disebut-sebut terlibat memilih menghindar dan menolak memberikan keterangan resmi.
Hingga berita ini ditulis, Dinas PRKP Karawang belum mengeluarkan pernyataan terbuka terkait dugaan praktik pungli tersebut.
Baca Juga:
Kekalahan Indonesia dari Irak Picu Amarah Publik, Media Belanda Soroti Penalti yang Hilang
Temuan BPK: Kelebihan Bayar Proyek Rutilahu
Selain pungli, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga menemukan indikasi kelebihan bayar dalam pelaksanaan proyek Rutilahu tahun anggaran 2023–2024.
Temuan itu dirilis dalam laporan audit pada Agustus 2025, dengan nilai indikasi mencapai miliaran rupiah.
Dari hasil pemeriksaan BPK, pembayaran kepada penyedia jasa disebut tidak sesuai dengan progres pekerjaan di lapangan, sehingga menimbulkan kelebihan bayar.
Hingga April 2025, sebagian kontraktor telah mengakui adanya kelebihan pembayaran tersebut, namun sejumlah pemborong belum juga menyelesaikan kewajibannya kepada daerah.
Temuan ini menjadi perhatian serius Komisi III DPRD Karawang, yang mendesak Pemkab untuk segera menindak tegas 48 pelaksana proyek Rutilahu yang terlibat.
“Kami minta mereka semua di-blacklist. Tidak bisa lagi diberikan proyek baru sebelum menyelesaikan kewajibannya,” tegas Ketua Komisi III DPRD Karawang dalam rapat internal (Agustus 2025).
Kritik dari DPRD dan Pengamat Hukum
Anggota DPRD Karawang, Asep Agustian, SH, MH (Askun), menyoroti lemahnya pengawasan internal di Dinas PRKP. Ia menyebut praktik kelebihan bayar dan pemberian proyek baru kepada rekanan bermasalah sebagai bentuk pembiaran yang merusak tata kelola pemerintahan.
“Ini uang rakyat. Kalau BPK sudah menemukan kelebihan bayar, artinya ada yang tidak beres sejak proses perencanaan hingga pengawasan,” ujar Askun.
“Yang aneh, beberapa kontraktor yang belum melunasi temuan BPK justru masih mendapatkan proyek baru pada tahun 2025. Itu tidak masuk akal dan melanggar prinsip good governance,” lanjutnya.
Dugaan Penyelewengan Proyek Lain
Selain proyek Rutilahu, beberapa laporan lain turut mengungkap dugaan penyimpangan di proyek infrastruktur Dinas PRKP dan PUPR Karawang.
Pada Juli 2025, terdapat laporan terkait proyek drainase senilai Rp 2 miliar yang diduga dikerjakan secara asal-asalan dan berpotensi merugikan negara.
Proyek tersebut disebut tidak memenuhi standar teknis pekerjaan sesuai dokumen perencanaan.
Selain itu, muncul pula dugaan proyek fiktif senilai Rp 830 juta yang melibatkan oknum pejabat Pemda Karawang.
Kasus ini sedang ditelusuri oleh beberapa lembaga swadaya masyarakat (LSM) di Karawang yang menyoroti indikasi manipulasi data kontrak dan laporan progres pekerjaan.
Sorotan LSM dan Permintaan Transparansi
Lembaga Swadaya Masyarakat Lingkar Indonesia (LIN) turut angkat suara.
Melalui pernyataan tertulis, LIN meminta Kepala Dinas PUPR Karawang memberikan klarifikasi mengenai penggunaan anggaran Rp 14,6 miliar yang diduga tidak transparan.
Selain itu, LIN menyoroti 341 paket proyek Rutilahu di Dinas PRKP yang dianggap bermasalah dari segi administrasi dan realisasi.
“Kami mendorong Pemkab Karawang membuka secara transparan semua data proyek Rutilahu, termasuk kontraktor, nilai anggaran, dan realisasi fisik di lapangan. Ini penting agar masyarakat tahu ke mana uang daerah digunakan,” ujar Ketua LIN Karawang dalam konferensi pers, September 2025.
Respons Pemerintah Daerah
Sementara itu, Sekretaris Daerah (Sekda) Karawang menyatakan bahwa pemerintah daerah akan menindaklanjuti seluruh temuan BPK dan laporan masyarakat.
“Kami menghormati proses hukum dan hasil pemeriksaan BPK. Semua pihak yang terlibat akan diminta menyelesaikan kewajiban keuangan mereka kepada daerah,” ujarnya singkat.
Namun hingga kini, belum ada keterangan resmi dari Kepala Dinas PRKP Karawang terkait dugaan fee proyek maupun proyek drainase dan Rutilahu yang bermasalah.
Langkah Lanjutan
DPRD Karawang berencana menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Dinas PRKP, Inspektorat Daerah, dan perwakilan kontraktor untuk memastikan seluruh rekomendasi BPK dijalankan.
Jika rekomendasi tersebut tidak dilaksanakan, DPRD akan mendorong pelibatan aparat penegak hukum guna mengusut potensi tindak pidana korupsi di lingkungan Dinas PRKP.