Karawang, Jawa Barat — Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Karawang secara tegas menolak wacana kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) untuk lahan pertanian pada tahun anggaran 2026. Langkah ini dianggap sebagai bentuk keberpihakan DPRD terhadap petani kecil di tengah tekanan ekonomi dan biaya produksi yang semakin tinggi.
Penolakan tersebut disampaikan langsung oleh Ketua Komisi II DPRD Kabupaten Karawang, Natala Sumedha, dalam rapat pembahasan Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) 2026yang digelar di Gedung DPRD Karawang, Jumat (3/10/2025).
Baca Juga:
Pemimpin Hamas Minta Jaminan Nyata untuk Akhiri Perang Israel di Gaza
Natala menyebut, sektor pertanian adalah penyangga ekonomi utama masyarakat Karawang, dan menaikkan PBB di sektor tersebut hanya akan memperburuk kondisi para petani kecil.
“Kami menolak keras kenaikan PBB untuk lahan pertanian. Petani kita sudah berat menanggung biaya pupuk, benih, dan ongkos tanam yang naik tiap tahun. Jangan lagi ditambah beban pajak,” tegas Natala dalam rapat terbuka Komisi II DPRD Karawang.
Baca Juga:
Waruna Group Masuk Daftar 50 Pemilik Kapal Terbesar Dunia Versi Xinde Marine
Menurutnya, jika pemerintah daerah ingin meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD), seharusnya fokus pada sektor industri dan properti komersial, bukan pertanian yang menjadi sumber penghidupan masyarakat bawah.
“Karawang dikenal sebagai lumbung padi nasional, bukan kawasan industri semata. Kalau petani terus ditekan pajak, lama-lama lahan produktif bisa habis karena dijual,” tambahnya.
⚖Dorongan Subsidi Silang: Pajak Industri Naik, Petani Tetap Diringankan
Dalam usulan yang dibahas bersama Badan Anggaran (Banggar) DPRD dan Badan Pendapatan Daerah (Bapenda), Komisi II mendorong penerapan subsidi silang di mana pajak dari sektor industri, perumahan mewah, dan pusat perbelanjaan dapat sedikit dinaikkan, sementara tarif PBB pertanian tetap dipertahankan bahkan bisa diturunkan untuk petani aktif.
“Kami ingin ada keadilan fiskal. Sektor industri punya daya tahan lebih kuat, jadi wajar jika mereka berkontribusi lebih besar dibanding petani kecil,” ujar anggota Komisi II DPRD Karawang, Siti Marlina.
Bapenda Akui Ada Evaluasi Nilai NJOP
Sementara itu, Kepala Bapenda Karawang, Sahali Kartawijaya, membenarkan bahwa saat ini pemerintah daerah tengah melakukan evaluasi terhadap Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) sebagai dasar penentuan PBB. Namun, ia memastikan belum ada keputusan final mengenai kenaikan untuk sektor pertanian.
“Kami memang sedang melakukan kajian nilai NJOP berdasarkan perkembangan harga tanah di lapangan. Namun, masukan dari DPRD tentu akan menjadi pertimbangan penting agar kebijakan tetap pro-rakyat,” jelas Sahali.
Petani Sambut Gembira Sikap DPRD
Kabar penolakan DPRD ini langsung disambut positif oleh para petani di beberapa kecamatan seperti Telagasari, Cilamaya, dan Tempuran.
Salah satu petani, Rohadi (52), mengatakan dirinya sempat khawatir jika pajak naik karena hasil panen tahun ini kurang baik akibat cuaca ekstrem.
“Kami berterima kasih kepada DPRD. Kalau pajak naik lagi, kami bisa rugi terus. Panen saja sering gagal karena air dan hama,” ungkapnya.
Fokus ke Ketahanan Pangan Daerah
Selain menolak kenaikan PBB pertanian, DPRD juga mendesak Pemkab Karawang agar memperkuat anggaran subsidi benih, pupuk, dan irigasi dalam APBD 2026. Menurut Komisi II, dukungan ini sangat penting untuk menjaga ketahanan pangan daerah dan mencegah alih fungsi lahan produktif ke sektor industri.
“Kalau pertanian tidak dilindungi, Karawang akan kehilangan identitasnya sebagai lumbung padi Jawa Barat,” kata Natala menutup rapat.
Langkah tegas DPRD Karawang ini menjadi sinyal kuat bahwa kebijakan fiskal daerah harus berorientasi pada keadilan sosial dan keberlanjutan ekonomi rakyat kecil. Dengan menolak kenaikan pajak pertanian, DPRD berupaya memastikan kesejahteraan petani tetap terjaga tanpa menghambat target PAD.