Karawang, 9 Oktober 2025 — Tajuk “Karawang sibuk bersolek ketimbang memenuhi kebutuhan dasar” kembali mengemuka sebagai kritik atas kebijakan pembangunan yang dinilai kurang sejalan dengan kebutuhan masyarakat. Kritik ini mengacu pada pemasangan videotron jumbo di dekat Alun‑Alun Karawang, yang menurut sebagian masyarakat lebih bersifat simbolik daripada menjawab persoalan fundamental.
Apa yang Terjadi?
Baca Juga:
Wabup Karawang Bantah Tuduhan Cawe‑cawe ULP: “Saya Terkejut dan Kecewa”
Belakangan, Pemerintah Kabupaten Karawang memasang videotron besar di pusat kota, tepatnya dekat alun‑alun. Biaya proyek ini cukup tinggi dan menuai kontroversi publik. Ketika dimintai klarifikasi, pejabat daerah menyebut bahwa pemasangan videotron itu merupakan bentuk investasi jangka panjang.
Namun, sebagian warga dan pengamat mempertanyakan urgensi proyek tersebut. Kritik diarahkan pada besarnya dana yang dialokasikan untuk elemen visual kota padahal banyak persoalan mendasar yang dinilai belum terselesaikan.
Kritik Masyarakat: Skala Prioritas yang Terbalik
Baca Juga:
Kasus Stunting Masih 19,8 Persen, Mendes Minta Desa Lebih Aktif Gunakan Dana Desa untuk Penanganan
Dalam tulisan opini berjudul “Karawang Sibuk Bersolek ketimbang Memenuhi Kebutuhan Dasar”, penulis Diaz Robigomenyebut bahwa pembangunan semacam ini mencerminkan kebijakan yang berorientasi pada pencitraan, bukan pada kebutuhan nyata warga.
Beberapa poin kritik yang disoroti:
Jalan rusak sering dikeluhkan warga, namun belum menjadi prioritas utama.
Fasilitas sekolah yang belum memadai masih tersebar di berbagai kecamatan.
Di kawasan utara Karawang, ada wilayah yang rawan tergerus air laut, serta rumah warga yang mulai rapuh belum mendapatkan perhatian serius.
Ada warga masih melakukan MCK (mandi, cuci, kakus) di sungai karena belum ada fasilitas sanitasi memadai.
Penulis juga menyinggung bahwa videotron memang bukan persoalan utama — tetapi masalahnya adalah jika pembangunan “glamor” semacam ini dilakukan sementara kebutuhan dasar seperti infrastuktur, pendidikan, dan sanitasi diabaikan.
Faktor yang Memicu Proyek Videotron
Menurut kritik tersebut, pemasangan videotron bisa jadi dipicu oleh:
Citra pejabat: keinginan meninggalkan “jejak visual” dalam masa jabatan.
“Investasi” yang diklaim: pejabat menyebutnya sebagai aset jangka panjang, meski masyarakat mempertanyakan urgensinya.
Minimnya partisipasi masyarakat dalam perumusan kebijakan, khususnya soal apa yang paling dibutuhkan.
Reaksi Pemerintah dan Penjelasan Pejabat
Hingga saat ini, saya belum menemukan keterangan resmi yang kuat dari pejabat eksekutif Karawang yang menjelaskan secara rinci manfaat ekonomi atau sosial dari videotron tersebut—misalnya proyeksi pendapatan iklan, pengelolaan operasional, atau kontribusinya terhadap kesejahteraan rakyat.
Pernyataan bahwa videotron adalah investasi jangka panjang kerap dikutip oleh pejabat dalam media local sebagai pembelaan atas biaya yang dianggap besar.
Namun, kritik dari masyarakat menunjukkan bahwa elemen transparansi dan partisipasi publik masih lemah dalam proyek ini.
Implikasi dan Isu yang Harus Dijawab
Pemasangan videotron ini memunculkan beberapa pertanyaan mendalam:
Apakah penggunaan anggaran untuk proyek seperti ini sudah melalui kajian manfaat yang jelas dan transparan?
Bagaimana proyek ini dibandingkan dengan alokasi untuk kebutuhan dasar (infrastruktur jalan, sekolah, sanitasi, kesehatan)?
Apakah ada mekanisme evaluasi dan pertanggungjawaban publik terhadap proyek semacam ini?
Sejauh mana masyarakat dilibatkan dalam fase perencanaan dan pengambilan keputusan?
Kesimpulan
Kritik terhadap “pemerintah yang sibuk bersolek” bukanlah menolak kemajuan atau estetika kota. Tetapi muncul sebagai panggilan bagi pemerintahan daerah agar lebih fokus pada kebutuhan nyata masyarakat terlebih dahulu. Pembangunan simbolik seperti videotron bisa menjadi berharga jika diiringi komitmen kuat terhadap pelayanan dasar dan pengentasan masalah mendesak.